Tulisan Terbaru

Info Ringan

Tutorial Bisnis Internet

Ekonomi Bisnis

Rabu, 23 Desember 2009

Hari Ibu, Hanya Seremonial dan Sia-sia Belaka

Rabu, 23 Desember 2009
Seperti udara... kasih yang engkau berikan
Tak mampu ku membalas...ibu


Dua penggal kalimat di atas adalah petikan dari lirik lagu karya Iwan Fals yang berjudul ‘Ibu’. Iwan Fals yang merupakan legenda hidup dalam dunia musik balada di negeri ini bahkan sengaja menciptakan sebuah lagu yang menceritakan seorang pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya. Dalam lagu itu pula, Iwan Fals kemudian menyebutkan bahwa jasa ibu itu takkan pernah bisa dibalas oleh sang anak.

Hari ini, tanggal 22 Desember merupakan Hari Ibu yang diperingati oleh semesta negeri ini. Berbicara mengenai Hari Ibu, maka kita kembali ke masa silam, tepatnya 50 tahun lalu pada tahun 1959 ketika presiden Soekrano menetapkan tanggal tersebut sebagai hari Nasional.

Berawal dari bertemunya para pejuang wanita yang mengadakan kongres perempuan pada tahun 1928. Organisasi perempuan sendiri sebenarnya sudah lahir sejak tahun 1912. Kongres organisasi-organisasi perempuan pertama kali diadakan di Yokyakarta pada tanggal 22 Desember 1928. Kongres tersebut dikenal sebagai kongres perempuan namun kongres tersebut lebih dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).

Selanjutnya kongres serupa diadakan di Jakarta dan Bandung. Pada tahun 1950, pertama kalinya wanita menjadi menteri. Yang menjadi menteri pada waktu itu adalah Maria Ulfa. Momen tersebut merupakan momen yang sanagt penting bagi kaum perempuan. Pada masa pra kemerdekaan, kongres peempuan sangat berperan aktif dalam perjuangan kemerekaan serta terlibat dalam pergerakan internasional.

Dengan demikian menjadi jelaslah, Hari Ibu adalah Hari Kebangkitan Perempuan Indonesia serta merupakan persatuan dan kesatuan kaum perempuanyang tidak terpisahkan dari kebangkitan dan perjuangan bangsa.

Dan kembali ke masa sekarang, Hari ibu seakan-akan hanya dimaknai dalam hal peran domestik (kasur, dapur, sumur dan mengurus anak) sebagaimana yang diungkapkan olehs eorang pengamat sosial Aryanto Abidin. Misalnya saja, karena bertepatan dengan hari ibu, maka kita ramai-ramai memberikan penghormatan dengan membebas tugaskan ia dari rutinitas domestik. Padahal, itu hanyalah simbolis yang tanpa makna, bahkan terkesan ada unsur kasihannya.

Hal ini semakin diperparah lagi, jika kita menyimak dengan ketelitian bahwa momenhari ibu dan juga hari kartini tidak lagi dimaknai secara esensi atau spirit yang melatar belakangi lahirnya sejarah tersebut. Justru yang terjadi sebaliknya, perayaan-perayaan tersebut justru dimaknai hanya sebatas seremonial tahunan dan hanya bersifat simbolik saja. Lomba memasak, lomba hias penganten, lomba dance, lomba berkebaya, lomba mirip perempuan oleh waria, yang kesemuanya itu merupakan ritual simbolik yang sering kita lihat di berbagai pelosok daerah.

Peringatan Hari Ibu, sebenarnya dimaksudkan senantiasa mengingatkan seluruh rakyat Indonesia terutama generasi muda, akan makna Hari Ibu sebagai hari kebangkitan dan perjuangan wanita yang tidak terpisahkan dari kebangkitan dan perjuangan bangsa, serta untuk diwarisi api semangatnya guna senantiasa mempertebal tekad untuk melanjutkan perjuangan nasional menuju terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pertanyaannya, mungkinkah hal itu terwujud? Adalah kewajiban kita semua dan para generasi muda untuk mewujudkan hal itu! *


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Vox Populi Vox Dei | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog