Tulisan Terbaru

Info Ringan

Tutorial Bisnis Internet

Ekonomi Bisnis

Rabu, 23 Desember 2009

Gila Aja, Anak SD Disuruh Berbaris di Jalan Sambut Pejabat

Rabu, 23 Desember 2009
Ratusan siswa Sekolah Dasar (SD) di Kota Payakumbuh dikerahkan menyambut kedatangan para pejabat negara dalam rangka peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) tahun 2009, Selasa (22/12) lalu. Anak SD yang masih bocah itu disuruh berbaris berjejer di sepanjang jalan yang akan dilalui para pejabat itu.

Mereka disuruh berpanas-panas di bawah terik matahari. Kalau seandainya hujan turun, maka berbasah-basahlah mereka. Mungkin anak SD itu telah menunggu bermenit-menit atau berjam-jam, sementara yang ditunggu entah kapan lewatnya. Kalau ternyata pejabat yang tidak ditunggu itu tidak lewat jalan itu, maka sungguh apeslah nasib anak-anak SD yang masih ingusan itu. Kalaupun lewat, lewatnya paling hanya dua menit sementara menunggu sampai berjam-jam.

Padahal, para siswa itu sedang libur. Mereka baru saja usai menerima rapor hasil belajar semester 1. Seharusnya, anak-anak SD itu tidak berada di pinggir jalan berpanas-panas ria karena pada saat libur ini mereka seharusnya berada di rumah bermain-main dan bercengkerama bersama kakak, adik, atau orangtua mereka.

Namun, anak-anak SD itu tentu tidak bisa menolak perintah guru mereka. Apalagi, guru mereka tentu juga ‘diperintah’ oleh pejabat di atasnya. Mungkin yang ada dalam pikiran para pejabat daerah itu, para pejabat negara akan senang melihat para pelajar SD itu berpanas-panas di pinggir jalan sambil melambai-lambaikan bendera merah putih. Begitulah.

Kondisi itu mengingatkan kita pada era orde baru. Setiap ada pejabat negara yang datang ke daerah, para pelajar adalah termasuk yang paling ‘marasai’. Mereka disuruh berbaris di jalan sambil membawa bendera merah putih buatan dari kertas. Kalau pejabat itu lewat, mereka diharuskan melambai-lambaikan bendera yang dimodali sendiri oleh para pelajar itu.

Sekarang, tampaknya tradisi ala orba itu kembali marak di era pascareformasi ini. Patut pula kita mempertanyakan, apakah hal ini bisa disebut sebuah kemunduran atau malah tradisi bagus era orba yang tampaknya perlu dimunculkan kembali? Padahal, dengan semangat reformasi, hal-hal yang tujuannya ‘mengambil muka’ seperti ini sebenarnya perlu dikikis habis. Apalagi kalau tujuannya hanya ABS alias ‘Asal Bapak Senang’. Biarlah bersusah-susah. Biarlah anak SD itu repot-repot dan berpanas-panas, toh mereka juga tidak akan protes.

Sepertinya pula, hal ini telah menjadi standar operasional penyambutan pejabat, apalagi kalau pejabat itu adalah pejabat negara dari pusat. Misalnya saja, para Ketua RT menyiapkan warganya pasang umbul-umbul, kemudian dinas kebersihan disuruh rajin-rajin memunguti sampah dan memotong rumput liar di pinggir jalan, dan para pelajar belambai-lambai di pinggir jalan. Tidak apalah kalau si pejabat membalas lambaian itu, tapi kalau pejabat malah asik beradem-adem di dalam mobil ber-AC sementara pelajar berpanas-panas di pinggir jalan, apa tidak kasihan kita?

Pengerahan ratusan pelajar SD yang amsih bocah itu patut dipertanyakan dan diselidiki. Siapa yang memerintahkan mereka untuk berjejer di pinggir jalan itu. Pasalnya, di era reformasi sekarang ini sudah tidak pantas lagi mengerahkan pelajar dengan berbaris di pinggir jalan untuk menyambut pejabat.

Kalau menyambut dengan acara kesenian dan tradisi adat, hal itu masih bisa diterima. Kalau dijajarkan di pinggir jalan sudah bukan zamannya lagi. Dinas Pendidikan harus mempertimbangkan hal seperti ini. Jangan hanya membuat kebijakan yang berkenaan dengan kurikulum saja, namun juga harus bisa menempatkan rasa pareso mereka terhadap anak-anak itu.

Lama-lama timbul rasa kasihan kita terhadap anak SD negeri ini, selalu terpaksa mau dimobilisasi sama orang dewasa untuk sesuatu yang tidak jelas. Baru kemarin anak SD disuruh berdemo ke kantor Guebrnur yang dikerahkan oleh sebuah organisasi tanggap bencana di provinsi ini, sekarang mereka disuruh pula berjejer di jalan menyambut pejabat. *


Related Posts



0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © Vox Populi Vox Dei | Powered by Blogger | Template by Blog Go Blog